Hello! Myspace Comments Welcome Myspace Comments Hello! Myspace Comments Thank You Myspace Comments

Mengenai Saya

Foto saya
anak manusia yang sedang mencari kesempurnaan dibalik segala ketidaksempurnaannya

Rabu, 14 September 2011

Sila ketiga (Kamesumicchacara)

Kisah Khemaka, Dhammapada XXII, 4-5
  • Khemaka, keponakan Anathapindika, ditangkap sebanyak 3 kali akibat perzinahan tanpa penyesalan. 
  • Sang Buddha membabarkan syair 309 dan 310 berikut ini:
Orang yang lengah dan berzinah akan menerima 4 ganjaran:
Pertama, ia akan menerima akibat buruk;
Kedua, ia tidak dapat tidur dengan tenang;
Ketiga namanya tercela; dan
Keempat, ia akan masuk kea lam neraka.

Ia akan menerima akibar buruk dan kelahiran rendah pada kehidupannya yang akan datang.
Sungguh singkat kenikmatan yang diperoleh lelaki dan wanita yang katakutan, dan raja pun akan menjatuhkan hukuman berat.
Karena itu, janganlah seseorang berzinah dengn isteri orang lain.
  •  Khemaka mencapai tingkat kesucian sotapatti, setelah kotbah Dhamma itu berakhir.

Dhammapada XVIII, 17 Kisah 5 umat awam
… Sang Buddha menjawab, “Ananda, nafsu (raga), kebencian (dosa), dan ketidak-tahuan (moha) adalah tiga hal yang menghalangi orang mengerti Dhamma.
Nafsu membakar seseorang; tiada api sepanas nafsu. Dunia mungkin saja terbakar ketika tujuh matahari muncul di angkasa, tetapi itu jarang terjadi.
Namun nafsu selalu membakar tanpa henti.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 251 berikut:
Tiada api yang dapat menyamai nafsu,
tiada cengkraman yang dapat menyamai kebencian,
tiada jarring yang dapat menyamai ketidak-tahuan,
dan tiada arus yang sederas nafsu keinginan.

Kamesu micchacara
Kamesu : dalam persengggamaan atau persetubuhan
Miccha : cabul atau menyimpang
Cara : perilaku
Gabungan ketiganya bermakna “berbuat salah dalam hubungan seksual” à perzinahan.
Menahan diri dari pemuasan nafsu seksual dengan cara yang salah.

Empat faktor untuk dapat disebut asusila:
  1. Agamaniya-vatthu : orang yang tidak patut digauli 
  2. Tasmim sevacittam : mempunyai pikiran untuk menyetubuhi orang tersebut 
  3. Sevanappayoga : berusaha menyetubuhi 
  4. Maggena maggapatipatti adhivasanam : berhasil menyetubuhi (dalam arti berhasil memasukkan kemaluan ke dalam satu lubang walaupun hanya sedalam biji wijen)

Tiga lubang yang menjadi sasaran pelaggaran sila ketiga adalah mulut, anus, dan alat kelamin.

Mengetahui besar kecil kesalahan
  • Bergantung pada kebajikan dan kemoralan objek seksual 
  • Bergantung padakerelaan objek seksual 
  • Bergantung pada besar kecilnya upaya yang dikerahkan 
  • Bergantung pada tebal tipisnya kekotoran batin (kilesa) pada saat berupaya >> ex : perkosaan.

Bagaimana dengan tindakan asusila yang dilakukan tanpa menyadari bahwa itu adalah Akusala Kamma? à Micchaditthi (pandangan salah), yang salah satunya akan berakibat pada terulang-ulangnya tindakan salah tersebut.

Tujuan dasar dari sila ketiga ialah untuk mencegah perceraian dan membina kebahagiaan suami isteri. Menjaga agar pasangan yang telah berkomitmen untuk hidup besama dan memiliki banyak kecocokan disbanding perbedaan akan tetap bahagia.

Objek pelanggaran sila ketiga:
  1. Perempuan yang dalam perlindungan ibunya (maturakkhita) 
  2. Perempuan yang dalam perlindungan ayahnya (piturakkhita) 
  3. Perempuan yang dalam perlindungan ayah dan ibunya (matapiturakkhita) 
  4. Perempuan yang dalam perlindungan kakak perempuannya, atau dalam perawatan adik perempuannya (bhaginirakkhita) 
  5. Perempuan yang dalam perlindungan kakak laki-lakinya, atau dalam perawatan adik laki-lakinya (bhaturakkhita) 
  6. Perempuan yang dalam perlindungan sanak keluarganya (natirakkhita)
  7. Perempuan yang dalam perlindungan orang sebangsa (gottarakkhita) 
  8. Perempuan yang dalam perlindungan orang-orang yang berpraktek Dhamma (dhammarakkhita)
    (Delapan jenis wanita ini adalah wanita bebas yang belum punya suami dan juga belum cukup umur.)
  9. Perempuan yang sudah dipesan oleh raja atau orang-orang berkuasa (saparidanda : dilindungi denda, juga istri) 
  10. Perempuan yang mempunya tunangan, atau sudah ditunangkan sejak dalam kandungan (sarakkha : yang diamankan) 
  11. Perempuan yang sudah dibeli oleh seorang laki-laki, atau telah digadaikan oleh orang tuanya (dhanakkita : dibeli dengan uang) 
  12. Perempuan yang bertinggal dengan seorang laki-laki yang dicintainya > kumpul kebo (chandavasini : yang tinggal karena suka)
  13. Perempuan yang rela diperistri oleh seorang laki-laki karena mengharapkan harta benda (bhogavasini : tinggal karena harta) 
  14. Perempuan yang rela diperistri oleh seorang laki-laki karena mengharapkan barang sandang (patavasini : tinggal karena pakaian) 
  15. Perempuan yang secara resmi menjadi isteri seorang laki-laki dalam suatu perkawinan menurut adat istiadat (odapattagini : mangkuk air) 
  16. Perempuan yang menjadi isteri seorang laki-laki yang menolongnya membebaskan diri dari perbudakan (obhatasumbatta : copot gelung) 
  17. Perempuan yang menjadi tawanan kemudian diperisteri oleh seorang laki-laki (dhajahata : bawaan simbol kemenangan)
  18. Perempuan pekerja yang diperisteri oleh majikannya (kammakaribhariya : pelayan) 
  19. Perempuan yang menjadi budak yang kemudian juga dinikahi oleh tuannya (dasibhariya : budak)
  20. Perempuan yang menjadi isteri seorang laki-laki selama jangka waktu tertentu (muhuttika : sementara)

Objek yang menyebabkan pelanggaran sila ketiga oleh laki-laki:
  1. Wanita yang telah menikah 
  2. Wanita yang masih dibawah pengawasan / asuhan keluarga
  3. Wanita yang menuurut kebiasaan (adat istiadat) dialarang, yaitu:
    • Mereka dilarang karena tradisi keluarga, masih dalam satu garis keturunan dekat. 
    • Mereka yang dilarang karena tradisi (peraturan) agama. Dalam tradisi Theravada disebutkan : Upasika Atthasila, Bhikkhuni di jaman dulu (sebab sekarang tidak ada lagi bhikkhuni) 
    • Mereka dilarang karena hokum Negara pada jaman dulu, misalnya selir raja

Perlu dicatat bahwa berkenaan dengan wanita terlarang ini, persetujuan baik oleh kedua pihak maupun salah satu pihak, tidak dapat dipertimbangkan lagi.

Objek yang menyebabkan pelanggaran sila ketiga oleh wanita:
  1. Laki-laki yang telah menikah
  2. Laki-laki yang berad dibawah peraturan agama, misalnya Bhikkhu, Samanera
 
Hal-hal lain yang dapat dikategorikan pelanggaran sila ketiga yang juga harus kita hindari:
  1. Berzinah (melakukan hubungan kelamin bukan dengan suami / isterinya) 
  2. Berciuman dengan lain jenis yang disertai nafsu birahi 
  3. Menyenggol, mencolek, dan sejenisnya yang disertai dengan nafsu birahi

Akibat dari melanggar sila ketiga: 
  1. Mempunyai banyak musuh 
  2. Dibenci banyak orang 
  3. Sering diancam dan dicelakai 
  4. Terlahir sebagai banci/waria atau wanita 
  5. Mempunyai kelainan jiwa 
  6. Diperkosa orang lain 
  7. Sering mendapat aib/malu 
  8. Tidur maupun bangun dalam keadaan gelisah 
  9. Tidak begitu disenangi oleh laki-laki maupun perempuan 
  10. Gagal dalam bercinta 
  11. Sukar mendapatkan jodoh 
  12. Tidak memperoleh kebahagiaan dalam berumah tangga 
  13. Terpisahkan dari orang yang dicintai
Enam praktek kemerosotan:  
Dhammapada VIII, 5-6, Kisah Brahmana Anattha Pucchaka 
  1. Tidur sampai matahari terbit, 
  2. Kebiasaan bermalas-malasan, 
  3. Bertindak kejam, 
  4. Gemar minum-minuman keras yang menyebabkan mabuk dan lemahnya kesadaran 
  5. Berkeliaran sendiri di jalan pada waktu yang tidak tepat, dan 
  6. Perilaku seks yang salah

Bedah kasus. . .
1. Seandainya di suatu kegelapan yang pekat seorang isteri membiarkan laki-laki - yang dikiranya sebagai suaminya – menggauli dirinya padahal ia sesungguhnya adalah seorang pencoleng yang mempunyai perawakan mirip dengan suaminya, apakah ini dapat dianggap sebagai suatu pezianhan?
Jawab : Iya, karena empat syarat telah terpenuhi. Sehingga baik pria maupun wanita itu telah melakukan perzinahan.

2. Apakah seorang laki-laki bujangan yang “main” dengan pelacur dapat dianggap melangar sila?
Jawab : jika kedua orang tersebut bukan merupakan salah satu dari objek yang menyebabkan pelanggaran sila ketiga, maka tindakan itu tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran dan hanya jika keduanya telah membuat perjanjian sebelumnya, dan memenuhi apa yang telah disepakati.

3. Apakah seorang laki-laki / perempuan yang melakukan persetubuhan dengan sesame jenisnya (homoseksual / lesbian) dapat dianggap melanggar sila?
Jawab : jika keduanya bukan merupakan salah satu dari objek yang menyebabkan pelanggaran sila ketiga, maka tindakan itu tidak dapat disebut sebagai sebuah pelanggaran, sebab dalam hal ini tidak melihat jenis kelamin (laki2 & laki2, perempuan & perempuan, ataupun laki2 & perempuan) namun yang dilihat adalah jenis dari objek (laki-laki/perempuan) yang terlibat dalam tindakan tersebut.

4. Apakah seorang laki-laki / perempuan yang “melakukan hubungan” dengan seekor binatang betina atau jantan dapat dianggap melanggar sila?
Jawab : jika kedua makhluk tersebut bukan merupakan objek dari pelanggaran sila, maka tindakan itu tidak dikategorikan sebagai tindakan asusila. Jika laki-laki/perempuan itu bukan milik siapa2 (seperti yang telah disebutkan diatas) dan jika binatang itu juga masih bebas / belum mempunyai pasangan. Namun sangat sulit rasanya mencari binatang yang belum mempunyai pasangan, selain itu siapa yang tau kalau binatangnya belum mempunyai pasangan?!.

5. Apakah seseorang yang memuaskan nafsu birahinya melalui dubur/anus (sodomi seks) atau mulut (oral seks) dapat dianggap melanggar sila?
Jawab : ya, karena kedua lubang itu juga merupakan objek sasaran dari pelanggaran sila ketiga.

6. Apakah kumpul kebo / seks pranikah melanggar sila?
Jawab :

Jika kita melihat proses diatas sehingga dua orang menjadi pasangan suami istri dan membandingkan prose situ dengan yang ada pada jaman dahulu, maka akan sangat jauh berbeda.
Apakah pada jaman dahulu ada pesta pernihakan / nikah berlayar? Ya mungkin saja ada bagi beberapa orang dari kalangan kaya raya, namun ini bukanlah suatu hal yang wajib dilaksakan.
Apakah pada jaman dahulu ada yang disebut cacatan sipil dan KUA? Tentu saja tidak ada, tapi dua orang tetap bisa menikah dan itu adalah sah. Pada objek pelanggaran sila, di point yang ke lima belas dituliskan odapattagini atau yang berarti mangkuk air, pada jaman Sang Buddha dikatakan bahwa dua orang yang ingin menikah harus mencelupkan tangannya ke satu mangkuk air, dengan begitu mereka telah disebut suami isteri.
Apakah pada jaman dahulu ada acara pertungan atau pun pacaran? Bisa jadi sebagian orang masih menggunakan, namun sebagian besar pasti tidak.
Kemudian apakah yang dari jaman dahulu hingga sekarang, yang harus tetap ada, yang tidak boleh dilupakan? Adalah komitmen, bagaimana pun tata cara dan proses perbikahan pada jaman dahulu, yang paling penting adalah komitmen, begitu juga dengan jaman sekarang.
Ketika dua orang telah berkomitmen untuk bersama dan saling setia dalam kehidupan mereka, maka mereka dapat disebut sebagai pasangan.
Oleh karenanya jika dalam kasus kumpul kebo, dua orang tersebut merupakan orang2 yang bebas dari semua syarat yang dapat mengkategorikan mereka ke dalam salah satu objek pelanggaran sila ketiga, kemudian pasangan tersebut mempunyai komitmen / kesepakatan untuk saling setia dan besungguh2 saling mencintai dan hanya akan mempunyai satu pasangan selama itu, maka ‘hubungan’ yang mereka lakukan adalah sah, bukan merupakan tindakan asusila.
Namun sepertinya sangat sulit rasanya mencari pasangan yang demikian, sebagian besar orang2 yang kumpul kebo adalah orang2 yang lari dari kehidupan mereka yang sesungguhnya. Orang2 yang terlibat merupakan objek dari pelanggaran sila, perempuan / laki-laki yang berselingkuh misalnya, atau laki-laki yang membaca lari perempuan yang masih dalam lindungan orang tuanya. Seperti itulah maka sangat sulit menerima bahwa kumpul kebo merupakan tindakan yang diperbolehkan sehubungan dengan sila ketiga ini, selama tindakan itu memenuhi syarat2 yang telah disebutkan diatas.
Jauh dari itu kita juga harus melihat bagaiamana aturan yang telah ditetapkan dalam lingkungan / negara kita, jika memang kumpol kebo itu dilarang, maka sebaiknya janganlah dilakukan.

7. Jika pikiran berfantasi melihat objek seksual yang indah, apakah melanggar sila?
Jawab : belum termasuk dalam pelanggaran sila, tetapi ini bisa jadi merupakan titik awal (putih) menuju pelanggaran sila (hitam).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berpikirlah sesuka hatimu, tapi katakanlah hanya apa yang harus kau katakan :)