Beberapa tahun yang lalu, saya menanyai beberapa anak,
”Apakah tujuan dari makan pagi?”
Seorang anak menjawab,
”Untuk mendapatkan kekuatan sepanjang hari”.
Yang lain menjawab,
”Tujuan makan pagi adalah untuk makan pagi”.
Saya pikir anak yang kedua lebih tepat, tujuan makan adalah untuk makan.
Memakan makanan dengan sepenuh kesadaran merupakan latihan yang penting.
Kita matikan tv, letakkan koran, dan bekerja bersama-sama selama lima atau sepuluh menit, menata meja dan menyelesaikan apapun yang perlu dikerjakan.
Selama lima menit ini, kita bisa sangat berbahagia. Ketika makanan siap di meja dan semua telah duduk, kita berlatih pernapasan,
“Menarik napas, saya menenangkan jasmani.
Mengeluarkan napas, saya tersenyum”,
sebanyak 3 kali.
Kita dapat memulihkan diri sendiri secara penuh setelah tiga kali bernapas seperti ini.
Selanjutnya, kita memandang setiap orang ketika kita menarik dan mengeluarkan napas dalam rangka menyatu dengan diri sendiri dan setiap orang di meja tersebut.
Kita tidak memerlukan dua jam untuk melihat orang lain.
Jika kita benar-benar mapan di dalam diri sendiri, kita hanya perlu memandang selama satu atau dua detik, dan itu sudah cukup untuk melihat.
Saya pikir jika satu keluarga terdiri dari lima orang, hanya diperlukan sekitar lima atau sepuluh detik untuk mempraktikkan
“memandang atau melihat” ini.
Setelah bernapas, kita tersenyum.
Duduk dengan orang lain di meja, kita memiliki kesempatan untuk memberikan seberkas senyum persahabatan dan pengertian yang sejati.
Itu sangat mudah, tetapi tidak banyak orang yang melakukannya.
Bagi saya ini merupakan praktik yang sangat penting.
Kita saling memandang dan tersenyum padanya.
Bernapas dan tersenyum, keduanya merupakan latihan yang sangat penting.
Jika anggota keluarga tidak bisa saling tersenyum, keadaannya sangat berbahaya.
Setelah bernapas dan tersenyum, kita memandang makanan dalam cara yang menjadikan makanan tampak nyata.
Makanan ini mengungkapkan hubungan kita dengan dunia.
Setiap gigitan mengandung kehidupan sang surya dan dunia.
Sejauh mana makanan kita mengungkapkan dirinya, itu adalah bergantung pada kita.
Kita bisa melihat dan merasakan seluruh alam semesta dalam sepotong roti! Merenungkan makanan kita selama beberapa detik sebelum makan, dan makan dengan penuh sadar, bisa memberi kita lebih banyak kebahagiaan.
Memiliki kesempatan untuk duduk bersama keluarga dan teman kita serta menikmati makanan yang lezat merupakan sesuatu yang berharga, sesuatu yang tidak dimiliki setiap orang.
Banyak orang di dunia yang kelaparan.
Ketika saya memegang semangkok nasi atau sepotong roti, saya tahu bahwa saya beruntung, dan saya merasa kasihan kepada semua yang tidak mempunyai makanan untuk disantap serta tanpa teman atau keluarga.
Ini merupakan praktik yang sangat mendalam.
Kita tidak perlu pergi ke vihara atau gereja untuk berlatih ini.
Kita bisa berlatih tepat pada saat makan malam.
Makan dengan sadar bisa mengembangkan benih benih kasih sayang dan pengertian, yang dapat menguatkan kita untuk melakukan sesuatu untuk membantu dan merawat orang yang kelaparan dan kesepian.
Untuk menopang kesadaran selama waktu makan, anda mungkin senang makan dengan diam dari waktu ke waktu.
Keheningan dalam waktu makan anda yang pertama bisa menyebabkan anda merasa kurang nyaman, tetapi sekali anda terbiasa, anda akan
menyadari bahwa waktu makan dalam keheningan memberikan lebih banyak kedamaian dan kebahagiaan.
Seperti kita mematikan TV sebelum makan, kita bisa
“mematikan”
pembicaraan untuk menikmati makanan dan kehadiran satu dengan yang lainnya.
Saya tidak menganjurkan keheningan waktu makan di setiap hari.
Saling bercakap-cakap bisa menjadi cara yang indah untuk menjadi satu dalam kesadaran.
Tetapi kita harus membedakan jenis-jenis pembicaraan kita.
Beberapa pokok pembicaraan bisa menjauhkan kita,
misalnya, jika kita membicarakan tentang kelemahan-kelemahan orang lain.
Makanan yang sudah disiapkan secara cermat akan mubazir jika kita membiarkan pembicaraan semacam itu menguasai waktu makan kita.
Sebaliknya jika kita membicarakan hal-hal yang membina kesadaran kita terhadap makanan dan kebersamaan kita, kita mengembangkan kebahagiaan yang perlu kita tumbuhkan.
Jika kita membandingkan pengalaman ini dengan pengalaman membicarakan kelemahan orang lain, kita akan menyadari bahwa kesadaran terhadap sepotong roti di mulut kita akan jauh lebih menyehatkan.
Ia membawa kehidupan ke dalam saat ini dan membuat kehidupan menjadi nyata.
Jadi, sewaktu makan kita harus menahan diri dari mendiskusikan pokok-pokok yang bisa menghancurkan kesadaran kita terhadap keluarga dan makanan kita.
Tetapi kita harus merasa bebas untuk mengatakan hal-hal yang bisa menumbuhkan kesadaran dan kebahagiaan.
Misalnya, jika terdapat lauk yang sangat anda sukai, anda bisa memperhatikan apakah orang lain juga menikmatinya, dan jika satu di antara mereka tidak, anda bisa membantunya menghargai masakan lezat itu yang disiapkan dengan cinta kasih.
Jika seseorang memikirkan sesuatu selain dari makanan enak yang ada di meja, seperti kesulitannya di kantor atau dengan teman-temannya, ia kehilangan saat ini dan makanannya.
Anda bisa berkata,
“Makanan ini lezat, tidakkah kamu setuju?”
untuk menariknya dari pikiran dan kecemasannya serta membawanya kembali ke sini dan saat kini, untuk menikmati kehadiran anda, menikmati masakan yang lezat.
Anda menjadi seorang bodhisattva, membantu makhluk hidup mencapai penerangan.
Anak-anak, khususnya, sangat mampu mempraktikkan kesadaran dan mengingatkan yang lain untuk melakukan hal yang sama.
Source
”Apakah tujuan dari makan pagi?”
Seorang anak menjawab,
”Untuk mendapatkan kekuatan sepanjang hari”.
Yang lain menjawab,
”Tujuan makan pagi adalah untuk makan pagi”.
Saya pikir anak yang kedua lebih tepat, tujuan makan adalah untuk makan.
Memakan makanan dengan sepenuh kesadaran merupakan latihan yang penting.
Kita matikan tv, letakkan koran, dan bekerja bersama-sama selama lima atau sepuluh menit, menata meja dan menyelesaikan apapun yang perlu dikerjakan.
Selama lima menit ini, kita bisa sangat berbahagia. Ketika makanan siap di meja dan semua telah duduk, kita berlatih pernapasan,
“Menarik napas, saya menenangkan jasmani.
Mengeluarkan napas, saya tersenyum”,
sebanyak 3 kali.
Kita dapat memulihkan diri sendiri secara penuh setelah tiga kali bernapas seperti ini.
Selanjutnya, kita memandang setiap orang ketika kita menarik dan mengeluarkan napas dalam rangka menyatu dengan diri sendiri dan setiap orang di meja tersebut.
Kita tidak memerlukan dua jam untuk melihat orang lain.
Jika kita benar-benar mapan di dalam diri sendiri, kita hanya perlu memandang selama satu atau dua detik, dan itu sudah cukup untuk melihat.
Saya pikir jika satu keluarga terdiri dari lima orang, hanya diperlukan sekitar lima atau sepuluh detik untuk mempraktikkan
“memandang atau melihat” ini.
Setelah bernapas, kita tersenyum.
Duduk dengan orang lain di meja, kita memiliki kesempatan untuk memberikan seberkas senyum persahabatan dan pengertian yang sejati.
Itu sangat mudah, tetapi tidak banyak orang yang melakukannya.
Bagi saya ini merupakan praktik yang sangat penting.
Kita saling memandang dan tersenyum padanya.
Bernapas dan tersenyum, keduanya merupakan latihan yang sangat penting.
Jika anggota keluarga tidak bisa saling tersenyum, keadaannya sangat berbahaya.
Setelah bernapas dan tersenyum, kita memandang makanan dalam cara yang menjadikan makanan tampak nyata.
Makanan ini mengungkapkan hubungan kita dengan dunia.
Setiap gigitan mengandung kehidupan sang surya dan dunia.
Sejauh mana makanan kita mengungkapkan dirinya, itu adalah bergantung pada kita.
Kita bisa melihat dan merasakan seluruh alam semesta dalam sepotong roti! Merenungkan makanan kita selama beberapa detik sebelum makan, dan makan dengan penuh sadar, bisa memberi kita lebih banyak kebahagiaan.
Memiliki kesempatan untuk duduk bersama keluarga dan teman kita serta menikmati makanan yang lezat merupakan sesuatu yang berharga, sesuatu yang tidak dimiliki setiap orang.
Banyak orang di dunia yang kelaparan.
Ketika saya memegang semangkok nasi atau sepotong roti, saya tahu bahwa saya beruntung, dan saya merasa kasihan kepada semua yang tidak mempunyai makanan untuk disantap serta tanpa teman atau keluarga.
Ini merupakan praktik yang sangat mendalam.
Kita tidak perlu pergi ke vihara atau gereja untuk berlatih ini.
Kita bisa berlatih tepat pada saat makan malam.
Makan dengan sadar bisa mengembangkan benih benih kasih sayang dan pengertian, yang dapat menguatkan kita untuk melakukan sesuatu untuk membantu dan merawat orang yang kelaparan dan kesepian.
Untuk menopang kesadaran selama waktu makan, anda mungkin senang makan dengan diam dari waktu ke waktu.
Keheningan dalam waktu makan anda yang pertama bisa menyebabkan anda merasa kurang nyaman, tetapi sekali anda terbiasa, anda akan
menyadari bahwa waktu makan dalam keheningan memberikan lebih banyak kedamaian dan kebahagiaan.
Seperti kita mematikan TV sebelum makan, kita bisa
“mematikan”
pembicaraan untuk menikmati makanan dan kehadiran satu dengan yang lainnya.
Saya tidak menganjurkan keheningan waktu makan di setiap hari.
Saling bercakap-cakap bisa menjadi cara yang indah untuk menjadi satu dalam kesadaran.
Tetapi kita harus membedakan jenis-jenis pembicaraan kita.
Beberapa pokok pembicaraan bisa menjauhkan kita,
misalnya, jika kita membicarakan tentang kelemahan-kelemahan orang lain.
Makanan yang sudah disiapkan secara cermat akan mubazir jika kita membiarkan pembicaraan semacam itu menguasai waktu makan kita.
Sebaliknya jika kita membicarakan hal-hal yang membina kesadaran kita terhadap makanan dan kebersamaan kita, kita mengembangkan kebahagiaan yang perlu kita tumbuhkan.
Jika kita membandingkan pengalaman ini dengan pengalaman membicarakan kelemahan orang lain, kita akan menyadari bahwa kesadaran terhadap sepotong roti di mulut kita akan jauh lebih menyehatkan.
Ia membawa kehidupan ke dalam saat ini dan membuat kehidupan menjadi nyata.
Jadi, sewaktu makan kita harus menahan diri dari mendiskusikan pokok-pokok yang bisa menghancurkan kesadaran kita terhadap keluarga dan makanan kita.
Tetapi kita harus merasa bebas untuk mengatakan hal-hal yang bisa menumbuhkan kesadaran dan kebahagiaan.
Misalnya, jika terdapat lauk yang sangat anda sukai, anda bisa memperhatikan apakah orang lain juga menikmatinya, dan jika satu di antara mereka tidak, anda bisa membantunya menghargai masakan lezat itu yang disiapkan dengan cinta kasih.
Jika seseorang memikirkan sesuatu selain dari makanan enak yang ada di meja, seperti kesulitannya di kantor atau dengan teman-temannya, ia kehilangan saat ini dan makanannya.
Anda bisa berkata,
“Makanan ini lezat, tidakkah kamu setuju?”
untuk menariknya dari pikiran dan kecemasannya serta membawanya kembali ke sini dan saat kini, untuk menikmati kehadiran anda, menikmati masakan yang lezat.
Anda menjadi seorang bodhisattva, membantu makhluk hidup mencapai penerangan.
Anak-anak, khususnya, sangat mampu mempraktikkan kesadaran dan mengingatkan yang lain untuk melakukan hal yang sama.
Source
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
berpikirlah sesuka hatimu, tapi katakanlah hanya apa yang harus kau katakan :)